Sabtu, 12 Maret 2011

Mekanisme terjadinya TSUNAMI

Gempa di Jepang terjadi pukul 12.46 WIB, Jumat (11/3) kemarin, berpusat di 373 km timur laut Tokyo. Beberapa saat kemudian terjadi tsunami dengan ketinggian 4 meter hingga 10 meter. Jumlah sementara korban tewas akibat gempa dan tsunami Jepang mencapai 1.000 orang.  400 Orang diketahui hilang.
Belum ada WNI dilaporkan menjadi korban jiwa dalam gempa berkekuatan 8,9 SR itu.

KBRI Tokyo dari NHK streaming merilis hal tersebut di dalam twitternya, Sabtu (12/3/2011).

Sementara itu, tim KBRI Tokyo yang akan mengevakuasi WNI sudah sampai di Fukushima, namun terhenti akibat longsor yang terjadi di antara Miyagi dan Iwate. Pemerintah Jepang mengerahkan helikopter untuk mengevakuasi korban di Kesennuma City, Miyagi Prefecture.

Warga di radius 10 km dari PLTN Fukushima dianjurkan untuk berevakuasi. Hal ini karena peningkatan tingkat radiasi menjadi 1.000 kali skala normal. (detiknews.com)

Berikut ini mekanisme terjadinya tsunami. Oya, naskah ini saya dapatkan sewaktu mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru tahun 2010 lalu di UNNES Semarang dalam rangka sertifikasi guru. Semoga bermanfaat.

Mekanisme Terjadinya Gelombang Tsunami

Oleh : Dwiyanto J. S.,Staf Pengajar Teknik Geologi UNDIP
continue reading...

I. PENDAHULUAN

Secara ilmiah kata Tsunami digunakan pada tahun 1963 pada Konferensi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Internasional. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, nami berarti gelombang dan tsu berarti menyentuh pelabuhan. Kemudian diartikan sebagai gelombang besar yang tingginya mencapai beberapa cm sampai beberapa puluh meter dengan kecepatan tinggi, yang terjadi akibat gempa bumi.

Data statistik menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah rawan bencana Tsunami. Sejak awal tahun 1990 hingga sekarang sudah tercatat sembilan kali terjadi tsunami dengan korban ribuan jiwa manusia dan korban terbesar adalah yang menimpa Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan sebagian Sumatera Utara, yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004.

Daerah-daerah yang rawan Tsunami di Indonesia adalah Pantai barat Sumatera, Pantai Selatan Pulau Jawa dan Bali, Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku, sebagian besar Sulawesi, dan pantai utara Irian Jaya. Dengan demikian hampir seluruh wilayah Indonesia rawan Tsunami kecuali Pulau Kalimantan.

II. PENDORONG TERJADINYA TSUNAMI

Syarat terjadinya Tsunami : Tsunami bisa terjadi akibat gempa minimal 6 skala magnitudo. Pusat gempa berada kurang dari 100 km dari permukaan laut. Mekanisme terjadinya gelombang tsunami : Akibat peningkatan laju patahan tektonik lempeng, terjadi peningkatan tekanan batuan pada sepanjang bidang tumbukan lempeng. Tegangan yang sudah meninggi dan tak dapat ditahan lagi, batuan akan melepaskan energi dalam bentuk gempa yaitu proses perusakan batuan baik yang berbentuk gelincir maupun meremuk karena tak mampu menahan tekanan yang terakumulasi dari tekanan lempeng. Gempa atau longsor di dasar laut akan membuat dasar laut ambles air laut pun ikut turun.  Dorongan yang kuat menghasilkan gelombang besar yang tingginya beberapa centi meter sampai puluhan meter. Gelombang bergerak ke pantai dengan kecepatan 500 – 900 km per jam. Mendekati pantai kecepatan melambat sekitar 20 – 45 km per jam, tetapi gelombang semakin tinggi. Gelombang menerjang daratan dan menghancurkan segalanya. Tidak semua patahan yang terjadi akibat  tumbukan lempeng menyebabkan terjadinya gelombang tsunami. Pergerakan dari patahan dikelompokkan menjadi 3 jenis (lihat gambar 2.1) :

- Patahan turun
- Patahan naik
- Patahan geser



Gambar 2.1. Jenisjenis Patahan

Dari tiga jenis patahan tersebut yang mendorong terjadinya gelombang tsunami adalah patahan turun. Di samping pergerakan patahan, jenis batuan pada pertemuan lempeng sangat mempengaruhi besar akumulasi tegangan yang terjadi. Batuan semakin kuat maka akumulasi tegangan akan semakin besar, yang menyebabkan gempa semakin besar dan kemungkinan terjadinya gelombang tsunami semakin besar (lihat gambar 2.2).



Gambar 2.2. Uji kuat tekan batuan skala laboratorium

III. PERGERAKAN LEMPENG

Bumi terus menerus mengalami proses yang dinamis diantaranya adalah pergerakan lempeng benua dan lempeng samudra yang menghasilkan bencana alam besar seperti gempa, gelombang tsunami, gunung meletus
tetapi di samping bencana besar tersebut, pergerakan lempeng menimbulkan proses terbentuknya tambang-tambang emas, perak, tembaga dan lain-lain serta minyak bumi.  Secara garis besar bumi membentuk beberapa lempeng seperti pada gambar 3.1.

Sedangkan pergerakan dari lempeng sejak zaman Triassic sampai zaman Tertiary dapat dilihat pada gambar 3.2.


Gambar 3.2. Pergerakan lempeng-lempeng bumi    





Gambar 3.1. Peta Lempeng-lempeng Bumi.


Dari pergerakan lempeng diantaranya akan menimbulkan tumbukan antara 2 lempeng yang dapat membentuk suatu deretan gunung berapi seperti pada gambar 3.3.



Gambar 3.3. Penunjaman tumbukan antara dua lempeng.

Dari pergerakan lempeng diantaranya mempunyai kecepatan :
Lempeng Filiphina 8 cm per tahun ke arah barat laut Mentawai Fault Zone bergerak 6 cm per tahun ke arah utara
Lempeng Indo Australia bergerak 7,5 cm per tahun ke arah utara
Lempeng Karolina bergerak 10,2 cm per tahun ke arah barat laut

IV. PENYEBARAN GELOMBANG TSUNAMI DI INDONESIA

Menurut catatan Hamzah Latief dalam kurun waktu 1600 sampai 1998 di Indonesia terjadi 105 kali Tsunami, yang disebabkan oleh : 98 kali disebabkan gempa bumi, 9 kali disebabkan letusan gunung berapi, 1 kali disebabkan tanah longsor.  semuanya menelan korban manusia sebanyak 54.147 jiwa.

Aktivitas Tsunami di Indonesia dibagi menjadi 6 bagian zona :
Busur Sunda bagian barat 16 kali
Busur Sunda bagian timur 10 kali
Busur Banda 38 kali
Selatan Makasar 9 kali
Selat Maluku 32 kali
Irian Jaya bagian barat 3 kali

V. SISTEM PEMANTAUAN

Sistem pemantauan gelombang tsunami biayanya sangat mahal sehingga perlu penanganan bersamasama dari berbagai negara terutama negara-negara maju dan kaya sebagai penyandang dana. Setelah terjadinya gelombang tsunami di Aceh muncul gagasan untuk melaksanakan pemantauan kemungkinan terjadinya gelombang tsunami yang akan dilakukan bersama-sama oleh negaranegara maju, tetapi sampai sekarang yang diributkan justru negara mana yang menjadi koordinatornya. Masing-masing negara maju berkeinginan menjadi koordinator.

Peralatan yang dimiliki oleh Badan Meteorologi dan Geofisika sebagai pelaksana pemantauan terjadinya gempa dan gelombang tsunami jauh dari memadai. Seperti yang terjadi pada gelombang tsunami di Aceh, pengolahan data dari stasiun pencatat gempa dengan software yang ada membutuhkan waktu 30 menit untuk menentukan titik pusat gempa, sedangkan untuk meyakinkan perhitungan itu benar masih diperlukan
waktu untuk pengecekan kembali selama 15 menit. Padahal dari munculnya gempa sampai gelombang tsunami mencapai daratan waktu yang dibutuhkan sekitar 15 menit. Sehingga untuk memberikan peringatan dini jelas tidak mungkin.

Perjalanan gelombang tsunami dari Aceh ke negara tetangga adalah sebagai berikut :
26 Desember 2004 Pukul 07.58.50 terjadi gempa 9 magnitudo pada kedalaman 10 km.
1 jam kemudian gelombang tsunami menghantam Kepulauan Andaman dan Nikobar.
2 jam kemudian gelombang tsunami mengahantam daerah wisata di Pantai Timur Thailand pada pukul 9.30 waktu setempat.
3 jam kemudian Gelombang tsunami sampai di Srilangka pada pukul 9.00 waktu lokal dan Pantai Timur India pukul 9.30 waktu lokal.
4 jam kemudian gelombang melewati Maladewa mencapai Somalia di pantai timur Afrika.  Ketika petugas BMG mengirimkan berita gempa melalui faksimile, air laut mulai menelan Banda Aceh. Peringatan ancaman tsunami dari Honolulu



Gambar 5.1. Peralatan Pemantau Tsunami (TEMPO, Edisi 10 16 Januari 2005)

terkirim berbarengan dengan air pasang yang sudah mendekati pantai-pantai di Thailand yang jaraknya 600 km dari pusat gempa. Gelombang tsunami yang merusak pantai-pantai di Thailand ini menyebabkan Perdana Menteri Thailand memecat Kepala Badan Meteorologi Thailand meskipun ada alasan bahwa dalam 300 tahun terakhir tidak terdapat catatan yang menyebut Thailand pernah dilanda tsunami.

Pada tanggal 29 Nopember sampai dengan 1 Desember 2004 telah dilaksanakan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Ahli Geologi Indonesia di Hotel Horizon Bandung, dalam kegiatan tersebut telah dibagikan brosur sosialisasi tentang kemungkinan terjadinya gelombang tsunami di pantai sebelah barat Sumatera. Ternyata gelombang Tsunami benar telah terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Namun masyarakat yang tertimpa
gelombang tsunami hampir seluruhnya belum tersentuh oleh brosur sosialisasi tersebut.

Dari pengalaman ini memungkinkan untuk memasukkan pelajaran tentang gempa, gelombang tsunami dan bahaya gunung berapi di tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum serta Sekolah Kejuruan.



KESIMPULAN

Bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami sulit diramal sebelum kejadian. Jarak antara waktu kejadian gempa bumi dengan menyusulnya gelombang tsunami relatif pendek sekitar 15 sampai 30 menit. Peralatan pemantauan terjadinya gelombang tsunami sangat mahal dan biaya operasionalnya juga mahal.
Untuk mengurangi korban akibat gempa bumi dan gelombang tsunami diperlukan sosialisasi ke masyarakat dan dimasukkan dalam mata pelajaran di sekolah. Diperlukan penataan pemukiman di daerah rawan gelombang tsunami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar