Kamis, 16 September 2010

Harga beras Indonesia termahal di dunia

Prestasi Indonesia dalam swasembada beras dimasa Menteri Pertanian Anton Apriyantono (2004-2009) memang patut diakui.  Selain itu, ada lagi "prestasi" tingkat dunia yang ternyata sudah lama dicapai negara ini.  Apakah itu ?   Mau, tahu ?   Yakni harga beras Indonesia termahal di dunia. "Harga beras kita memang paling mahal di dunia dan ini sudah berlangsung lama, bukan tren menjelang lebaran saja, " kata Sutono, Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog (Republika, Kamis 26/8).  Lanjutnya, "Pergerakan harga beras domestik tidak terkait langsung dengan produktivitas dan harga beras dunia, dan juga tidak berhubungan erat dengan lebih besarnya permintaan daripada persediaan menjelang lebaran".  Terus apa dong penyebabnya ?

Menurut Sutono, penyebabnya ada beberapa faktor, antara lain tingginya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan besarnya subsidi yang diberikan pemerintah di luar negeri terhadap petani padi di negara tersebut.  HPP pemerintah Indonesia tinggi dikarenakan untuk kesejahteraan petani, sementara di luar negeri subdisi sangat besar sehingga ada disparitas harga yang cukup tinggi.

Data dari Organisasi Pangan dan Petanian Sedunia (FAO) membandingkan harga beras ekspor di negara lain, yaitu sebagai berikut (Juli 2010) : 1.  Beras Indonesia kualitas standar : 1.000 dollar AS perton

2.  Thailand Fragrant : 998 dollar AS perton

3. Pakistan Bamasti : 752 dollar AS perton

4.  California Medium Grain : 728 dollar AS perton

5.  Long Grain AS : 452 dollar AS perton

6.  Thailand : 438 dollar AS perton

7.  Vietnam : 355 dollar AS perton

Dampak dari akibat mahalnya beras Indonesia, menurut Mohammad Husein Sawit (Profesor Riset Bidang Ekonomidan Kebijakan Pertanian pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian) menyebabkan disparitas harga di dalam dengan di luar negeri.  Kerugian bagi Indonesia yaitu masuknya beras impor illegal.

Mahalnya beras Indonesia, katanya lebih disebabkan karena orientasi kebijakan pemberian subsidi.  Pemerintah kita selalu berorientasi pada subsidi harga berbentuk HPP, potongan harga pupuk dan potongan harga benih.  Sedangkan negara-negara produsen padi lain fokus pada pemberian subsidi non harga kepada petani.  Di Thailand, Pakistan, Vietnam, Jepang, AS dan negara Eropa, subsidi ditekankan pada penyediaan irigasi, alat-alat sarana produksi pertanian, jalan desa dsb.  Subsidi non harga telah terbukti bahwa petani-petani mereka mampu meningkatkan produksi secara berkelanjutan.

Sumber : Republika, Jum'at 27 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar