Kamis, 23 September 2010

DR. Bambang Widjojanto, sang Ketua KPK 2010 ?

Pria satu ini sangat konsisten dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia.  Berikut ini profil beliau :



Advokat yang lahir di Jakarta, 18 Oktober 1950 meraih gelar Doktor pada tahun 2009 di Program Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. Separuh dari karier di bidang hukum dilakukan bekerja bersama masyarakat sipil melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Tercatat tahun 1984 – tahun 2000 Bambang Widjojanto (BW) berkarier di LBH Jakarta, LBH Jayapura (1986-1993), dan Yayasan LBH Indonesia menggantikan Adnan Buyung Nasution menjadi Dewan Pengurus Yayasan LBH Indonesia (1995-2000). Selama periode tahun 2001 sampai saat ini, Bambang yang dikenal dengan singkatan BW ini membangun kelompok masyarakat sipil dengan fokus tertentu dan bekerja diberbagai LSM. Khususnya, bergerak di bidang pemberantasan korupsi, reformasi hukum dan pemilihan umum serta good governance. Diantaranya, pendiri lembaga seperti Indonesian Corruption Watch, KontraS, Konsorsium Reformasi Hukum, Lembaga Reformasi Agraria, Lembaga Independen Pemantau Pemantau Mahkamah Agung, Indonesia monitoring Court;  serta terlibat intensif di Central Electoral Reform (CETRO), Partnership for Governance Reform serta berbagai LSM lainnya.

Pada periode yang sama BW membantu beberapa lembaga Negara maupun non struktural lainnya, seperti Bapenas, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, KPK, Komisi Yudisial, Komisi Nasional Kebijakan Governance, Kejaksaan agung dan BUMN. Selain berkarier di bidang hukum, BW juga merupakan dosen pengajar di fakultas hukum Universitas Trisakti.

Beberapa aktifitas kongkrit yang dilakukan oleh BW selama kariernya di bidang hukum. Kesatu, sewaktu di Yayasan LBH Indonesia melakukan diversifikasi program dan kegiatan pasca lengsernya Presiden Soeharto dengan membetuk lembaga-lembaga seperti ICW, KRHN, LERAI dan Voice of Human Right suatu lembaga yang melakukan advokasi melalui media on line dan radio. Kedua, Mengajukan gagasan program antikorupsi dengan melibatkan Muhammadyah dan NU, serta program percepatan pemberanasan korupsi bersama bapenas dan lembaga lainnya yang sekarang menjadi strategi Nasional Pemberantasan Korupsi, dst.  (Sumber Indonesian Corruption Watch, 2010)

Berikut ini salah satu solusi BW dalam memberantas korupsi yang akan dilakukannya seandainya terpilih menjadi Ketua KPK :

Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengatakan punya solusi sistemik dalam menangani kasus suap. Solusi yang ditawarkan adalah pembenahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).  "Saya mau kasih solusi sistemik. Kalau sistem LHKPN dibenahi, KPK tidak hanya menerima LHKPN, Tapi punya kewenangan memverifikasi," kata Bambang Widjajanto di Kantor Presiden, 16 September 2010.

Kewenangan untuk verifikasi ini, menurut Bambang, terdapat dalam Pasal 17 Undang-Undang 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. "Tapi ini sudah dicabut dengan Undang-Undang KPK," ucap Bambang.
Dalam Undang Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK memang tidak punya kewenangan untuk verifikasi LHKPN. Di Pasal 13 UU KPK, KPK hanya dapat frasa: 'melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara.'

Karena itu Bambang kemudian mengusulkan kewenangan ini dapat difungsikan. Bambang juga meminta masyarakat agar mendorong lembaga legislatif dapat memfungsikan kewenangan verifikasi LHKPN, minimal untuk dilakukan terhadap lembaga penegakan hukum.
"Prioritas untuk lembaga penegakan hukum. Dengan begitu yang namanya pembuktian terbalik bisa lebih efektif," ujar pendiri Indonesia Corruption Watch ini.

Dengan demikian, kekayaan di luar LHKPN yang dimiliki seorang penyelenggara negara dapat disita langsung oleh negara. "Perkara suap bisa ditangani. 70 persen selesai," kata dia.  Sejumlah kasus terkait harta mencurigakan, seperti rekening mencurigakan perwira kepolisian pun dapat ditangani. "Jadi kasus seperti rekening gendut itu gampang sekali diverifikasi," ujar Bambang.   (Dikutip dari VIVAnews, 16/9/2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar